Nestapa di Tengah Pesta: Tragedi Maut di Garut yang Membayangi Resepsi Anak Gubernur


Tapi pesta yang diharapkan sebagai simbol kerakyatan itu berubah menjadi petaka. Jumat, 18 Juli 2025, tawa berubah jadi jerit. Gelak-gelak kebahagiaan berubah jadi isak tangis di pelataran Alun-Alun Garut.
Acara bernama “Pesta Rakyat Makan Gratis” itu adalah penutup dari rangkaian pernikahan sejak 14 Juli.
Acara bernama “Pesta Rakyat Makan Gratis” itu adalah penutup dari rangkaian pernikahan sejak 14 Juli.
Suhendar, S.H., M.M., CLA, pengamat sosial hukum (foto: istimewa)
Ribuan orang memadati alun-alun, sebagian karena undangan resmi, sebagian lagi karena seruan terbuka dari Dedi Mulyadi dalam tayangan podcastnya.
“Makan sepuasnya, nonton sepuasnya, ketawa sepuas-puasnya,” begitu ajakan sang gubernur yang kini menjadi bumerang.
Tak ada yang menyangka bahwa panggung rakyat itu akan menelan korban. Namun, itulah yang terjadi. Ketika lautan manusia tak lagi bisa dikendalikan, kekacauan pun muncul.
Tak ada yang menyangka bahwa panggung rakyat itu akan menelan korban. Namun, itulah yang terjadi. Ketika lautan manusia tak lagi bisa dikendalikan, kekacauan pun muncul.
Tubuh-tubuh terinjak, suara sirene ambulans bersahutan, dan kabar duka tersebar cepat—ada korban jiwa dan puluhan luka-luka.
Investigasi awal menunjukkan bahwa minimnya antisipasi menjadi titik lemah. Koordinasi antarinstansi keamanan terlihat longgar.
Investigasi awal menunjukkan bahwa minimnya antisipasi menjadi titik lemah. Koordinasi antarinstansi keamanan terlihat longgar.
Tidak ada skenario mitigasi yang memadai untuk menghadapi gelombang massa yang sedemikian besar.
“Ini bukan sekadar kekacauan teknis, tapi potensi tindak pidana kelalaian,” ujar Suhendar, S.H., M.M., CLA., pengamat hukum dari Lembaga Hukum Indonesia yang juga putra daerah Garut.
“Ini bukan sekadar kekacauan teknis, tapi potensi tindak pidana kelalaian,” ujar Suhendar, S.H., M.M., CLA., pengamat hukum dari Lembaga Hukum Indonesia yang juga putra daerah Garut.
Ia menunjuk Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian sebagai rujukan. “Penyelenggara, termasuk Dedi Mulyadi dan kedua mempelai, harus bertanggung jawab. Ini bukan hanya urusan moral, tapi hukum.”
Rusli Effendi, SH. aktivis & praktisi hukum (foto: istimewa)
Ia menyebut insiden ini sebagai “sejarah kelam” yang mencoreng nama baik penyelenggara. “Ajakan terbuka dalam podcast tanpa perhitungan matang menjadi awal dari bencana ini,” katdalam
Ia meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung. “Hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah.”
Tak hanya rasa duka yang mengalir dari keluarga korban, tapi juga amarah publik yang mengeras. Di media sosial, banyak yang mempertanyakan: bagaimana mungkin acara sebesar itu tak memiliki protokol keamanan yang ketat? Siapa yang bertanggung jawab atas nyawa-nyawa yang melayang?
Pesta rakyat telah usai. Tapi yang tertinggal bukan kenangan manis, melainkan luka yang sulit sembuh. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa panggung popularitas tak boleh membutakan nalar kewaspadaan. Dalam kerumunan, nyawa manusia bisa jadi taruhan.
Kini, semua mata tertuju pada aparat penegak hukum. Mampukah mereka menghadirkan keadilan dalam kabut duka ini? [■]
Tak hanya rasa duka yang mengalir dari keluarga korban, tapi juga amarah publik yang mengeras. Di media sosial, banyak yang mempertanyakan: bagaimana mungkin acara sebesar itu tak memiliki protokol keamanan yang ketat? Siapa yang bertanggung jawab atas nyawa-nyawa yang melayang?
Pesta rakyat telah usai. Tapi yang tertinggal bukan kenangan manis, melainkan luka yang sulit sembuh. Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa panggung popularitas tak boleh membutakan nalar kewaspadaan. Dalam kerumunan, nyawa manusia bisa jadi taruhan.
Kini, semua mata tertuju pada aparat penegak hukum. Mampukah mereka menghadirkan keadilan dalam kabut duka ini? [■]


Posting Komentar