Asep Sukarya: Kondisi Monumen Kali Bekasi Memprihatinkan, Lebih Mirip Kondisi Mantan Yang Terlupakan

Monumen yang seharusnya jadi simbol perlawanan rakyat Bekasi terhadap penjajahan Jepang, kini nasibnya malah mirip bekas jagoan yang ditinggal zaman.
“Monumen ini dulunya lambang perjuangan, sekarang lambang keterlantaran. Bedanya monumen sama mantan? Sama-sama nggak dirawat, tapi yang ini nggak bisa move on karena belum di-sweeping Disbudpar!” ujar Sidik tajam.
Kondisi monumen sangat memprihatinkan. Ini disampaikan langsung oleh Sekretaris LSM GMBI Distrik Kota Bekasi, Asep Sukarya, saat dirinya melintas di lokasi tersebut, Selasa (16/6/2025).
Menurut Asep, fisik monumen udah amburadul. Reliefnya ilang, rumputnya subur, dan lingkungannya... ya mirip tempat syuting film horor lokal low budget.
Kang Asep Sukarya juga menyayangkan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bekasi yang dianggap kurang peduli dan lemah dalam pengawasan. Monumen dibiarkan kayak barang lelang yang gak laku-laku.
Sidik Warkop: “Disparbud ini kayak temen nongkrong yang diajak gotong royong tapi pura-pura kebelet. Tanggung jawabnya ngilang, tapi anggaran promosi pariwisata jalan terus.”
Monumen ini punya sejarah: warga Bekasi pernah mengalihkan jalur kereta supaya bisa menghadang tentara Jepang. Sebuah aksi nekat penuh nyali—yang sekarang sayangnya cuma jadi teks narasi tanpa visual, imbuh Kang Asep.
Sidik Warkop: “Dulu rel dialihin demi kemerdekaan. Sekarang arah perhatian pejabat malah dialihin ke proyek lain. Ironi itu kayak gini, Bos!”
Monumen Kali Bekasi seharusnya jadi saksi bisu perjuangan. Tapi sekarang lebih cocok disebut saksi pilu perawatan minim. Detail sejarahnya mungkin belum lengkap, tapi ya minimal nggak dirawat dengan amnesia kolektif, pungkas Kang Asep prihatin.
Sidik Warkop: “Saksi bisu? Sekarang bisu beneran. Udah nggak bisa ngomong, nggak bisa ngelawan, apalagi ngadu ke media. Paling mentok viral kalau ada seleb TikTok numpang foto.”
Asep berharap Pemkot Bekasi, terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, gak terus-terusan duduk manis sambil ngeteh.
Selain monumen Kali Bekasi, kondisi situs Kepala Jembatan Kereta juga mirip—rumput tinggi, sampah betah, dan renovasi cuma bikin tambal-sulam ala kadarnya.
Sidik Warkop pun menegaskan, “Situs sejarah jadi situs sampah. Dari ‘tempat edukasi’ jadi ‘tempat edan kreasi’. Pemerintah cuma rajin pas nyusun proposal, giliran implementasi, eh... sinyalnya hilang.”
Kalau terus dibiarkan, bukan cuma sejarah yang hilang, tapi juga harga diri daerah. Jadi kalau Pemkot Bekasi baca ini: rawatlah monumen seperti rawat janji kampanye—jangan cuma pas mau Pilkada aja terlihat peduli, pungkas Kang Asep.
Dan Sidik Warkop (sambil ngopi di warung): “Sejarah itu kayak kenangan pertama pacaran... kalau nggak dijaga, nanti dikenangnya sama orang lain.” Sedih.
Hingga berita ini diturunkan, baik kepala Dinas Pariwisata Budaya Dr. Arief Maulana, S.T, MM, dan Plt Sekretaris Dinasnya Ki Maja Yusrwan, S.Pd. sudah dihubungi melalui nomor WhatsApp nya namun belum memberikan jawaban langsung.
Redaksi jejaring JabarOL akan buat agenda pertemuan pada hari berikutnya untuk klarifikasi artikel pemberitaan ini. [■]


Posting Komentar