iklan banner AlQuran 30 Juz
iklan banner gratis
iklan header iklan header banner
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Kasintel Kejari: KUHP Baru Bikin Pemeriksaan Harus Siap Direkam & Dikritik

Pers Diminta Kejari Kota Tak Cuma Liput, Tapi Ikut Jadi “Rem Tangan” Penegakan Hukum Biar Tak Kebablasan


Kalau dulu cukup berita naik, kini jurnalis diminta naik kelas. Dalam seminar jurnalistik PWI Bekasi Raya, Kasi Intel Kejari Kota Bekasi Ryan Anugrah, SH. menggantikan Kajari Dr. Sulvia Triana Hapsari yang tak bisa hadir, menegaskan pers harus berani ingatkan aparat, karena di KUHP baru, proses hukum tak boleh lagi asal jalan tanpa saksi dan kamera.

 — KOTA BEKASI | Di tengah ramainya berita hukum yang sering bikin dahi berkerut, Kejaksaan Negeri Kota Bekasi justru mengajak pers untuk melek hukum sambil melek kamera. Bukan kamera infotainment, tapi CCTV.


Dalam acara yang digelar PWI Bekasi Raya Seminar & Pelatihan Jurnalistik bertajuk "Membangun Jurnalisme Berintegritas di Era Digital" di Aula Kampus Universitas Bina Insani, pada pagi Rabu, 19/12/2025.

Pada kesempatan itu, sedianya Kajari (Kepala Kejari), Dr. Sulvia Triana Hapsari, SH. M.Hum yang akan mengisi materi di seminar dan pelatihan jurnalisme tersebut, namun akhirnya digantikan oleh Kasintel (Kepala Seksi Intelijen) Kejari Kota Bekasi, Ryan Anugrah, SH.

Ryan menegaskan bahwa peran pers ke depan tidak lagi sekadar “meliput lalu upload”, melainkan ikut mengawal penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru, yang akan resmi berlaku pada Januari 2026.

Pesannya jelas: hukum harus tegas, tapi prosesnya juga harus terang—seterang ruangan yang dipasangi CCTV.

Wah, enggak bisa begini nih. Polisi, Jaksa setiap memeriksa orang harus ada CCTV, harus didampingi penasihat hukum, hak-hak tersangka harus tersampaikan,” kata Ryan.

Ryan pun sambil mengingatkan bahwa hukum bukan sinetron—semua adegannya harus bisa dipertanggungjawabkan.


Pernyataan itu disampaikan Ryan dalam Seminar dan Pelatihan Jurnalistik PWI Bekasi Raya yang digelar di Bina Insani University, Rabu (17/12/2025).

Acara ini terasa seperti kelas hukum rasa talkshow: serius, tapi masih bisa ketawa.

Ryan menekankan, pers adalah kontrol sosial, bukan sekadar penonton di pinggir lapangan.

Wartawan boleh—bahkan harus—mengkritik aparat penegak hukum, selama kritiknya membangun dan berbasis fakta, bukan sekadar asumsi yang dibumbui emosi.

Di sisi lain, ia juga mengingatkan jurnalis agar tidak asal “goreng” berita.

Data teman-teman jurnalis harus sesuai dengan peraturan. Inilah yang dilakukan teman-teman penyidik juga, sebenarnya sudah dilakukan investigasi,” ujarnya.

Artinya, sebelum berita naik tayang dan viral, uji kebenaran informasi itu wajib. Karena di era digital, satu klik bisa mencerdaskan publik—atau justru menyesatkan.

Seminar dan pelatihan jurnalistik ini menghadirkan deretan tokoh lintas institusi yang bikin forum terasa komplet: mulai dari Walikota Bekasi Tri Adhianto, Ketua DPRD Kota Bekasi Sardi Efendi, Jubir PN Cikarang Isnandar S. Nasution, Direktur UKW PWI Pusat Aat Surya Safaat, hingga Tenaga Ahli Hukum Dewan Pers Hendrayana.

Apresiasi juga datang dari Walikota Bekasi Tri Adhianto yang menilai kegiatan seminar jurnalistik ini bukan sekadar formalitas ber-AC, melainkan ruang belajar penting bagi insan pers agar tidak tergoda membuat berita “setengah matang”.

Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Teman-teman jurnalis mendapatkan pelatihan yang baik agar mampu menyajikan pemberitaan yang berkualitas dan terpercaya. Jangan membuat berita sepotong-sepotong,” tegas Tri Adhianto.

Pesan itu seolah menjadi alarm pengingat di era kejar tayang dan kejar viral: cepat boleh, asal jangan ceroboh.

Nada serupa disampaikan Ketua DPRD Kota Bekasi, Dr. Sardi Efendi, S.Pd., M.M. Menurutnya, pers bukan hanya pelengkap demokrasi, tapi mitra strategis lembaga legislatif dalam menjaga keseimbangan kekuasaan agar tidak condong ke satu arah.

Pers adalah mitra strategis dalam menjaga demokrasi dan memastikan roda pemerintahan berjalan secara transparan dan akuntabel,” tegas Sardi.

Dengan kata lain, DPRD butuh pers yang kritis tapi berimbang—bukan yang sekadar ribut di judul, lalu hilang di isi.

Melalui kegiatan ini, PWI Bekasi Raya berharap lahir insan pers yang profesional, berintegritas, dan tahan banting menghadapi tantangan jurnalistik digital, di mana hoaks lebih cepat lari dibanding klarifikasi.

Sebagai penutup yang manis sekaligus resmi, Ketua PWI Bekasi Raya Ade Muksin, S.H. menyerahkan sertifikat kepada para peserta seminar, didampingi Ketua Panitia Suryono, S.T.

Prosesi ini menandai berakhirnya acara—dan dimulainya tanggung jawab baru bagi jurnalis: menulis lebih tajam, tapi tetap taat kaidah.

Karena di era KUHP baru, yang diawasi bukan cuma tersangka, tapi juga proses, aparat, dan tentu saja—beritanya.

Kesimpulannya?
KUHP baru bukan cuma urusan jaksa, polisi, atau hakim. Pers juga ikut bertanggung jawab memastikan hukum ditegakkan secara adil, transparan, dan tidak “gelap kamera”.

Karena dalam negara hukum, yang salah harus dihukum, yang diperiksa harus dilindungi, dan yang memberitakan harus cermat.

Kalau bisa tegas sambil cerdas—kenapa harus keras sambil keliru?. [■] 

Reporter: NMR Redaksi - Editor: DikRizal/JabarOL
Iklan Paralax
iklan banner Kemitraan Waralaba Pers

Post a Comment

أحدث أقدم
banner iklan JabarOL square