PENELUSURAN JabarOL: Dinsos Kota Bekasi Ungkap Alur Data dan Sebab Lansia Rentan Belum Tersentuh Bansos
Lebih jauh Eqi Staf Dinsos Kota Bekasi menyatakan, “Sinkronisasi data penduduk itu dilakukan oleh Pusdatin Kemensos dan Kemendagri, bukan oleh Disdukcapil dan Dinsos Kota Bekasi.”
Jurnalis JabarOL melakukan komunikasi intens dengan A. Baihaqi, yang kerap disapa Bang Eqi ini adalah ASN Jabatan Fungsional Dinas Sosial (Jafung Dinsos) yang selama ini dikenal responsif menangani aduan warga, setelah konfirmasi delegasi wawancara dari Kepala Dinsos Pemkot Bekasi, Robert TP Siagian.
Percakapan berikut menjadi bukti bahwa persoalan utama bukan sekadar “bansos tidak turun”, tetapi rantai sistem pendataan yang sepenuhnya bergantung pada Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), serta tidak adanya protokol koordinasi internal antar dinas di Kota Bekasi.
1. Koordinasi Data Dinsos–Disdukcapil Tidak Ada?
Pertanyaan pertama JabarOL menyinggung soal mekanisme koordinasi antara Disdukcapil dan Dinsos dalam memperbarui data lansia, seperti perubahan status keluarga atau domisili.
Bang Eqi menjawab tegas, “Dinsos menggunakan basis data Kemensos melalui aplikasi SIKS-NG. Segala perubahan data dilakukan oleh Pusdatin Kemensos dan Kemendagri.”
“Dinsos tidak berperan dalam perubahan data tersebut.” imbuhnya. Artinya yang berwenang hanyalah kementerian sosial RI semata.
Lebih jauh, ia mengakui bahwa Dinsos bahkan tidak memiliki data penduduk by name by address, kecuali BNBA desil 1—5 yang baru diberikan dari Kemensos karena permintaan Walikota Bekasi kepada Menteri Sosial RI.
Sebagai catatan JabarOL, BNBA DTKS Desil 1-5 mengacu pada status penerima bantuan sosial di Indonesia, yang dikategorikan sebagai kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan ekonomi terendah hingga menengah ke bawah.
Berikut catatan redaksi JabarOL:
BNBA (By Name By Address)
Arti: BNBA adalah singkatan dari By Name By Address, yang berarti data penerima bantuan yang sangat rinci mencakup nama lengkap dan alamat lengkap individu atau keluarga.
Fungsi: Data ini digunakan oleh pemerintah untuk memastikan penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran dan untuk intervensi program penanggulangan kemiskinan secara spesifik.
DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial)
Arti: DTKS adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial, sebuah basis data induk yang dikelola oleh Kementerian Sosial RI yang memuat sekitar 40% penduduk dengan status kesejahteraan sosial terendah di Indonesia.
Fungsi: DTKS menjadi acuan utama untuk menentukan kelayakan penerima berbagai program bansos, seperti PKH (Program Keluarga Harapan), BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), KIP (Kartu Indonesia Pintar), dan lain-lain.
Desil 1-5
Desil adalah sistem pengelompokan 10% populasi berdasarkan tingkat kesejahteraan ekonomi, dari desil 1 (paling tidak mampu) hingga desil 10 (paling mampu).
- Desil 1: Merupakan 10% masyarakat dengan tingkat kesejahteraan sangat miskin atau miskin ekstrem.
- Desil 2-4: Merupakan 30% masyarakat dengan tingkat kesejahteraan miskin dan rentan miskin.
- Desil 5: Merupakan 10% masyarakat yang hidup di garis batas kemampuan ekonomi (cenderung menengah ke bawah).
Kesimpulan:
Seseorang dengan status BNBA DTKS Desil 1-5 berarti orang tersebut terdaftar secara rinci (nama dan alamat) dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dan termasuk dalam kelompok 50% penduduk dengan status ekonomi paling lemah di Indonesia, sehingga menjadi prioritas utama untuk menerima berbagai bantuan sosial dari pemerintah.
2. Sinkronisasi Data: Tidak Dilakukan oleh Pemkot, Tapi Pusat
Lebih jauh Eqi menyatakan, “Tapi sinkronisasi data penduduk itu dilakukan oleh Pusdatin Kemensos dan Kemendagri, bukan oleh Disdukcapil dan Dinsos Kota Bekasi.”
Ini menunjukkan bahwa data kependudukan yang menjadi dasar bansos berada di luar kendali Pemkot, menyebabkan potensi keterlambatan deteksi lansia rentan yang baru jatuh miskin atau baru tinggal sendiri.
3. Tidak Ada Protokol Koordinasi Antar-Dinas
Pertanyaan berikutnya menyangkut protokol komunikasi resmi antara Disdukcapil, Dinsos, dan Diskominfostandi ketika ditemukan lansia rentan yang belum masuk DTKS/DTSEN.
Jawaban Eqi memunculkan keprihatinan baru: “Protokol seperti itu tidak ada.”
Ia menjelaskan bahwa pendataan hanya bisa dilakukan melalui dua jalur formal:
- Operator SIKS-NG di kelurahan
- Pengusulan mandiri lewat aplikasi cekbansos.kemensos.go.id
Artinya, tidak ada alur cepat antar-dinas untuk menangani kasus rentan yang terdeteksi lewat laporan RT/RW, media, atau masyarakat.
4. Mengapa Saat Viral, Baru Ditangani? Tidak Ada Sistem Deteksi Internal?
Ketika ditanya mengapa kasus-kasus lansia rentan baru muncul setelah viral, Eqi jelas menjawab apa adanya: “Tidak ada yang namanya deteksi internal. Dulu DTKS hanya memuat warga miskin/rentan miskin. Sekarang di DTSEN memuat profil semua warga berdasarkan REGROSEK BPS.”
REGROSEK BPS adalah singkatan dari Registrasi Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik.
Ini adalah program pengumpulan data seluruh penduduk Indonesia yang mencakup profil, kondisi sosial, ekonomi, dan tingkat kesejahteraan, serta data-data lain seperti kondisi perumahan, kepemilikan aset, dan kerentanan kelompok khusus.
Tujuannya untuk menciptakan "satu data" kependudukan yang terintegrasi untuk berbagai program pemerintah.
Ia menjelaskan bahwa klasifikasi penghasilannya ditentukan oleh desil 1–10.
Ia menjelaskan bahwa klasifikasi penghasilannya ditentukan oleh desil 1–10.
Yang berhak bansos adalah desil 1–4 atau maksimal desil 5, tergantung program.
Temuan JabarOL: Meski beberapa lansia tersebut di atas termasuk desil 2, 4, dan 5 (sudah layak), mereka tetap belum mendapat bansos karena tidak masuk quota atau belum terusulkan.
5. Bisa Diajukan? Ya. Tapi Bukan ke Dinsos.
Jurnalis JabarOL kemudian menguji: “Bisakah warga masyarakat atau keluarga mengajukan lansia seperti Maryati (81), Sundari (87), atau Suwarni (85) dengan membawa KTP dan KK terbaru ke Dinsos?”
Jawaban Baihaqi tegas: “Bisa, tapi pengajuannya bukan ke Dinsos. Harus lewat Operator Kelurahan atau aplikasi cekbansos.kemensos.go.id.”
Soal aplikasi yang disebut warga “tidak update”, Bang Eqi meluruskan: “Bukan tidak update, tapi memang ada kuota dari Pemerintah Pusat. Jadi tidak semua bisa langsung dapat bansos.”
Ini mempertegas bahwa bukan hanya masalah data, tapi juga keterbatasan kuota dari pemerintah pusat, sehingga banyak lansia rentan tetap tidak tersentuh meski memenuhi syarat desil.
6. Kesimpulan Penelusuran JabarOL
Dari rangkaian tanya jawab dengan Bang Eqi, JabarOL menemukan beberapa fakta kunci:
• Pemkot Bekasi tidak memiliki kendali penuh atas data bansos.
Semua pembaruan dan sinkronisasi dilakukan oleh Pusdatin Kemensos dan Kemendagri.
• Tidak ada protokol khusus antar-dinas untuk memproses lansia rentan yang muncul secara insidental.
• Pendataan bergantung pada usulan kelurahan dan laporan masyarakat.
Jika warga tidak melapor, sistem tidak akan “melihat” mereka.
• Kuota bansos pusat membatasi jumlah penerima, meski masih ada data warga yang sudah layak berdasarkan desil.
• Kelemahan komunikasi antar-dinas membuat banyak lansia “hilang” dari pantauan. [■]

Posting Komentar