iklan banner gratis
iklan header banner iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Rayuan Amina London: Dari Janji Manis ke Lubang Jerat Investasi

Investigasi JabarOL: Membongkar Skema Kriminal Berkedok Aplikasi Baca Novel Criticism

jabar-online.com, Sabtu 5 Juli 2025, 21:52 WIB, Tim Investigasi

 PULAU SEPANGKUR — Mula-mula hanya ajakan membaca novel daring. Lalu dijanjikan bonus, komisi, dan hadiah bombastis. Namun yang datang justru badai utang, cekcok, dan jeritan korban.

Aplikasi "Criticism" — yang digadang-gadang sebagai ladang investasi masa depan — ternyata berakhir menjadi mimpi buruk kolektif, terutama bagi para pengguna di Pulau Sepangkur dan Sapeken, Madura.

Pertengahan Mei lalu, sebuah pesan masuk ke grup WhatsApp Kerja 1133, grup kerja internal Criticism yang berisi ratusan anggota dari Sabang sampai Merauke. Isinya: promosi besar-besaran.

Ajakan untuk mengajak teman-teman dengan iming-iming hadiah hingga puluhan kali lipat dari setoran awal. Tak hanya itu, dana pendaftaran dijanjikan kembali. Tidak ada paksaan, tapi semua tampak manis.

Sebut saja Fitri (nama samaran), warga Sapeken yang sempat menjadi pelatih magang. Ia mengenal aplikasi itu dari seorang manajer bernama Amina sejak awal 2024.

Hampir tiap hari Amina London menghubunginya via telepon dan pesan. Hubungan yang intensif membuat Fitri luluh.

“Awalnya saya pikir ini program baca novel biasa dengan insentif,” kata dia saat dihubungi JabarOL. Tapi yang terjadi jauh lebih rumit dan tragis.

Aplikasi Criticism menjanjikan sistem investasi gila:
Investasi Rp100 ribu - Rp500 ribu, untung 8%, hadiah tambahan 10x lipat. 

Rp510 ribu - Rp1 juta, hadiah 25x lipat. 

Rp1 juta - Rp2 juta, hadiah 35x lipat. 

Fitri mengaku pernah terlibat hingga level T7 — level tertinggi dengan setoran Rp85 juta. “Saya pinjam uang ke bank, jual barang, dan bahkan memodali peserta lain,” ujarnya sambil menahan tangis. “Yang saya dapat hanya luka.”

Manajer Amina London berperan sentral dalam skema ini. Ia bukan hanya mengatur komunikasi, tapi juga mendorong terbentuknya cabang, mengatur pelatihan, dan meyakinkan para korban bahwa uang akan kembali.

Bahkan, menurut kesaksian warga, sempat ada bantuan sosial yang dikucurkan demi menambah legitimasi. Namun ujung-ujungnya, para korban menanggung kerugian.

“Waktu itu ada yang jual sapi hanya untuk naik level,” ujar Hasan (bukan nama sebenarnya), warga Sepangkur.

“Kami tergiur karena tiap hari ada bukti penarikan dan bonus masuk. Tapi setelah level kami naik, saldo tidak bisa ditarik.”

Masalah makin rumit ketika jadwal penarikan uang diubah dari harian menjadi mingguan. Lalu muncul verifikasi ulang yang mensyaratkan unggahan KTP dan pembayaran DP level ulang. Jika tidak, saldo tak bisa dicairkan.

“Katanya sistem error. Lalu dibilang masalah Bi-Fast bank. Tapi semua alasan itu hanya pengalihan,” kata seorang korban lain. “Kami diminta setor ulang sampai puluhan juta untuk verifikasi. Di situ saya sadar: ini penipuan.”

JabarOL menelusuri jejak Amina. Nomornya kini tak aktif. Kantor cabang Criticism yang sempat dibuka di beberapa desa Madura, termasuk Sapeken, juga sudah tutup.

Tidak ada struktur hukum perusahaan yang jelas. Situs resmi dan aplikasi tak bisa diakses sejak akhir Juni 2025.

Skema ini mirip dengan skema Ponzi: uang dari anggota baru digunakan untuk membayar anggota lama.

Saat pertumbuhan pengguna berhenti, sistem kolaps. Yang tersisa hanyalah utang dan trauma.

Kini para korban dari berbagai pulau, termasuk Fitri dan Hasan, hanya bisa menatap layar ponsel kosong. Saldo digital mereka tak bisa ditarik. Hubungan sosial retak. Banyak yang dicaci karena dianggap penipu. Bahkan, beberapa di antaranya disebut mengalami depresi berat. [■] 

Reporter: Tim Investigasi - Redaksi - Editor: DikRizal/JabarOL
Iklan Paralax
iklan banner Kemitraan Waralaba Pers

Post a Comment

أحدث أقدم
banner iklan JabarOL square