iklan banner gratis
iklan header banner iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Goyahnya Serapan APBD Jabar: Sentilan Tito Karnavian, Dalih KDM

Sidik Warkop: Ini Gubernur Konten KDM Bicara Serapan APBD Apa Serapan Tahu Bulat? Cepat Banget Gorengannya?

jabar-online.com, Senin 7 Juli 2025, 11:52 WIB, NurM / DikRizal

 JAKARTA — Kinerja fiskal Jawa Barat kembali menjadi sorotan nasional. Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Senin, 7 Juli 2025, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyentil sejumlah kepala daerah terkait serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dinilai lamban. Jawa Barat termasuk salah satu provinsi yang disebut secara gamblang.

Dengan nada tegas dan lirih satire, Tito mengungkapkan keprihatinannya: realisasi APBD Jawa Barat per akhir Juni 2025 tercatat hanya 38,79 persen, merosot ke posisi ketiga nasional.

Padahal, selama bertahun-tahun provinsi ini dikenal rajin belanja, minimal untuk proyek tugu dan taman tematik.

“Ini Jabar serapan anggaran atau serapan tahu bulat? Sama-sama digoreng mendadak dan dikasih micin janji pembangunan,” seloroh Sidik Warkop, pengamat sosial yang juga stand-up comedian senior.

"Anehnya cepat banget digoreng nya? Ditanya wartawan kenapa lambat serapannya eh ini Gubernur Konten malah nyalahin gubernur pendahulunya? Ditulis berita kritis sama wartawan eh dia gak terima, nanti bikin konten YouTube lagi, bilang nya lain lagi. Halah!" komentar Sidik pedas. 


“Kalau dulu belanja dinas bisa nyaris full meski rapatnya di Puncak, sekarang malah kayak diet anggaran—serapan cuma 38 persen, itu pun kayaknya cuma buat beli kopi dan plang nama proyek.” lanjut Sidik Warkop.

Bagi Tito, belanja pemerintah adalah motor penggerak utama pemulihan ekonomi pasca pandemi.

Rendahnya serapan APBD berarti melambatnya belanja sosial, infrastruktur, hingga program-program prioritas masyarakat.

“Jika daerah lambat membelanjakan anggaran, dampaknya bukan hanya pada inflasi, tapi juga pada daya beli dan konsumsi rumah tangga,” katanya.

Sementara DIY dan NTB justru melesat, Jabar yang dulu unggul kini terpuruk di papan bawah.

Tito bahkan menyentil langsung: “Dulu Jawa Barat nomor satu. Sekarang Kang Dedi Mulyadi kalah sama Ngarso Dalem Sri Sultan dan Pak Lalu Iqbal dari NTB.”

Ini bukan turun peringkat, ini jatuh cinta sama kursi. Jadi lupa kerja,” canda Sidik menimpali.

“Dulu waktu kampanye bilangnya mau bikin APBD jadi APB-‘Daya Tarik’. Sekarang realisasinya cuma jadi APB-‘Diem Aja’." ungkap Sidik Warkop.

"Udah gitu sempat-sempatnya ngajak kepala daerah walikota/bupati dan para pejabat OPD agar segera gunakan media sosial, biar bisa mengurangi biaya belanja media...? Pantesan penyerapan anggaran bakalan merosot. Lah anggaran belanja media aja mau dia kurangi secara signifikan. Katrok banget ini gubernur konten!?" sindir Sidik Warkop sambil tertawa.

Paling aktif ngisi TikTok sama nyetel video Gubernur sebelumnya biar bisa bilang, ‘Nih lho utang dia!’” tawa Sidik berlanjut. 


Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyampaikan bahwa rendahnya serapan anggaran bukan tanpa sebab.

Ia menyinggung soal beban kewajiban dan tunggakan proyek masa lalu yang harus dibayarkan di semester awal tahun.

“Kita sedang membayar warisan. Banyak proyek mangkrak dan kontrak tahun jamak yang harus diselesaikan,” ujarnya berdalih.

Ia menyebut telah memerintahkan seluruh OPD untuk percepatan lelang dan pelaksanaan fisik.

Menurutnya, kuartal ketiga akan menjadi momen kebangkitan realisasi APBD Jawa Barat.

"Kami tetap mengutamakan efisiensi dan akuntabilitas,” tambah Dedi, tanpa menyebut nilai utang warisan secara rinci.

“Kalau warisan utang segede itu, kayaknya dulu gubernurnya bukan Ridwan Kamil, tapi Papa T. Bob—lagunya banyak tapi semua harus dibayar belakangan,” celetuk Sidik Warkop lagi.

“Tapi ya sudahlah, selama utangnya buat rakyat, bukan buat renovasi ruang kerja yang budget-nya bisa bangun 3 sekolah.” imbuh Sidik lagi. 

Beberapa pengamat anggaran menilai bahwa dalih “utang warisan” sudah menjadi jargon umum di setiap masa awal pemerintahan.

Yayan Permadi, analis kebijakan dari Universitas Padjadjaran, menyebutkan bahwa pemda seharusnya mampu merancang transisi fiskal yang matang.

“Setiap periode tentu mewarisi beban. Tapi itu tak bisa jadi alasan stagnasi program publik,” katanya.

Sorotan tajam publik pun terus mengarah ke Gedung Sate. Di tengah tekanan fiskal, masyarakat berharap anggaran tak hanya diserap dengan cepat, tetapi juga dengan tepat. Transparansi, efektivitas, dan keberanian mengambil keputusan harus jadi fondasi.

“Serapan lambat, transparansi kabur, terus programnya dibungkus spanduk dan pidato. Ini bukan pemerintahan, ini kayak acara 17-an RT: rame di awal, bubar di akhir. Bedanya, 17-an cuma setahun sekali, APBD tiap hari ditagih rakyat,” pungkas Sidik Warkop. [■] 

Reporter: NMR - KotakRedaksi - Editor: DikRizal/JabarOL
Iklan Paralax
iklan banner Kemitraan Waralaba Pers

Post a Comment

أحدث أقدم
banner iklan JabarOL square