DKPP Gelar Sidang Dugaan Pelanggaran Etik Komisioner KPU Kota Bekasi Muncul Pengakuan Mengejutkan

Dalam sidang yang disiarkan langsung di kanal YouTube DKPP, Afif mengakui telah memberikan uang sebesar Rp1 juta kepada Hini Indrawati, petugas PPK Pondok Melati.
Uang itu, menurutnya, bukan untuk mempengaruhi hasil Pilkada Kota Bekasi 2024, melainkan hanya sebagai bentuk dukungan logistik.
“Saya memberi Rp1 juta kepada Bu Hini, untuk vitamin,” ujar Afif menjawab pertanyaan majelis.
Namun pernyataan tersebut langsung memicu sorotan dari Majelis DKPP. Pasalnya, keterangan Afif dinilai berubah-ubah mulai dari untuk ‘ngopi’, hingga menjadi ‘vitamin’.
Namun pernyataan tersebut langsung memicu sorotan dari Majelis DKPP. Pasalnya, keterangan Afif dinilai berubah-ubah mulai dari untuk ‘ngopi’, hingga menjadi ‘vitamin’.
Hal ini memicu pertanyaan apakah uang tersebut bentuk gratifikasi atau dugaan upaya memengaruhi hasil pemilu?
Menariknya, meski pengakuan telah muncul, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi justru menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Afif.
Keputusan ini diambil setelah serangkaian pemeriksaan dilakukan oleh pihak Bawaslu sesuai mekanisme.
Ketua KPU Kota Bekasi, Ali Syaifa, yang hadir dalam sidang melalui Zoom, juga membenarkan bahwa dirinya mengetahui adanya pemberian uang dari Afif ke Hini.
Namun, menurut Ali, uang tersebut hanyalah bentuk “support” kepada petugas PPK agar semangat bekerja.
Pengadu dalam perkara ini, Garisah Idharul Haq, menolak pernyataan Afif
Ia menegaskan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, benar ada pemberian uang. Namun, ia mengakui tidak menyaksikan langsung proses pemberian tersebut.
“Saya memang tidak mengetahui langsung penyerahannya, tetapi informasinya jelas, uang diberikan oleh Afif kepada Hini,” tegas Garisah.
Majelis DKPP pun memberikan kesempatan kepada pengadu untuk menambahkan bukti atau keterangan tambahan dalam waktu dua hari ke depan.
Pembelaan Afif: Tuduhan Tak Jelas dan Bukti Lemah
Afif dalam pembelaannya menyatakan bahwa pengaduan yang disampaikan tidak spesifik dan tidak menguraikan dugaan pelanggaran secara rinci. Ia juga membantah pernah memberikan arahan untuk mendukung pasangan calon tertentu.
Menanggapi bukti berupa tangkapan layar percakapan WhatsApp antara anggota PPK dan PPS, Afif menyebut bahwa tidak ada bukti sah bahwa dirinya terlibat. “Nama saya disebut, tapi tidak ada bukti kuat bahwa saya memberi arahan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa percakapan tersebut hanya obrolan biasa antara senior dan junior, yang tidak bisa dijadikan bukti sah.
Proses Masih Berlanjut
Sidang tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dalam perkara nomor 59-PKE-DKPP/I/2025, yang digelar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
Majelis dipimpin oleh Ketua DKPP Ratna Dewi Pettalolo bersama anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Jawa Barat dari unsur masyarakat, KPU, dan Bawaslu.
Sementara itu, teradu kedua, Hini Indrawati, yang menjadi petugas PPK Pondok Melati, tidak hadir dalam persidangan. Hadir sebagai saksi, mantan Ketua PPK Pondok Melati Ahmad Alam dan Saipulloh, serta jajaran KPU dan Bawaslu Kota Bekasi.
Meskipun telah ada pengakuan pemberian uang dan saksi yang mengetahui kejadian tersebut, keputusan final DKPP masih menunggu hasil pendalaman lebih lanjut, termasuk klarifikasi dari pengadu.
Kasus ini jadi perhatian publik karena menyangkut integritas lembaga KPU selaku penyelenggara pemilu di daerah dan transparansi dalam proses demokrasi lokal. [■]
Menariknya, meski pengakuan telah muncul, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi justru menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan Afif.
Keputusan ini diambil setelah serangkaian pemeriksaan dilakukan oleh pihak Bawaslu sesuai mekanisme.
Ketua KPU Kota Bekasi, Ali Syaifa, yang hadir dalam sidang melalui Zoom, juga membenarkan bahwa dirinya mengetahui adanya pemberian uang dari Afif ke Hini.
Namun, menurut Ali, uang tersebut hanyalah bentuk “support” kepada petugas PPK agar semangat bekerja.
Pengadu dalam perkara ini, Garisah Idharul Haq, menolak pernyataan Afif
Ia menegaskan bahwa berdasarkan informasi yang diterimanya, benar ada pemberian uang. Namun, ia mengakui tidak menyaksikan langsung proses pemberian tersebut.
“Saya memang tidak mengetahui langsung penyerahannya, tetapi informasinya jelas, uang diberikan oleh Afif kepada Hini,” tegas Garisah.
Majelis DKPP pun memberikan kesempatan kepada pengadu untuk menambahkan bukti atau keterangan tambahan dalam waktu dua hari ke depan.
Pembelaan Afif: Tuduhan Tak Jelas dan Bukti Lemah
Afif dalam pembelaannya menyatakan bahwa pengaduan yang disampaikan tidak spesifik dan tidak menguraikan dugaan pelanggaran secara rinci. Ia juga membantah pernah memberikan arahan untuk mendukung pasangan calon tertentu.
Menanggapi bukti berupa tangkapan layar percakapan WhatsApp antara anggota PPK dan PPS, Afif menyebut bahwa tidak ada bukti sah bahwa dirinya terlibat. “Nama saya disebut, tapi tidak ada bukti kuat bahwa saya memberi arahan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa percakapan tersebut hanya obrolan biasa antara senior dan junior, yang tidak bisa dijadikan bukti sah.
Proses Masih Berlanjut
Sidang tersebut merupakan bagian dari pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dalam perkara nomor 59-PKE-DKPP/I/2025, yang digelar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung.
Majelis dipimpin oleh Ketua DKPP Ratna Dewi Pettalolo bersama anggota Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Jawa Barat dari unsur masyarakat, KPU, dan Bawaslu.
Sementara itu, teradu kedua, Hini Indrawati, yang menjadi petugas PPK Pondok Melati, tidak hadir dalam persidangan. Hadir sebagai saksi, mantan Ketua PPK Pondok Melati Ahmad Alam dan Saipulloh, serta jajaran KPU dan Bawaslu Kota Bekasi.
Meskipun telah ada pengakuan pemberian uang dan saksi yang mengetahui kejadian tersebut, keputusan final DKPP masih menunggu hasil pendalaman lebih lanjut, termasuk klarifikasi dari pengadu.
Kasus ini jadi perhatian publik karena menyangkut integritas lembaga KPU selaku penyelenggara pemilu di daerah dan transparansi dalam proses demokrasi lokal. [■]


Posting Komentar